JAKARTA, – Perkembangan zaman sudah sangat maju. Zaman era digital ini mampu membuat setiap kegiatan manusia lebih mudah dan efisien. Pasalnya, hanya melalui smartphone seseorang bisa melakukan banyak hal. Mulai dari memesan transportasi online, melakukan pembayaran, sampai memesan makanan.
Secara garis besar, sistem informasi mengumpulkan, mengelola, dan mengolah data untuk menjadi informasi yang berguna bagi penggunanya. Kini tidak sedikit perusahaan yang telah memanfaatkan sistem informasi untuk keberlangsungan bisnisnya.
Misalnya informasi terkait data-data transaksi bisa membantu manajemen untuk menentukan strategi bisnisnya. Sistem informasi juga memudahkan perusahaan untuk mengetahui stok barang secara real time.
Menurut Presiden Joko Widodo, perkembangan ekonomi digital di Indonesia merupakan yang tercepat di Asia Tenggara. Jokowi mengatakan, Indonesia telah memiliki sekitar 2.193 perusahaan rintisan atau startup.
Bahkan, kata Jokowi, terdapat lima startup berpredikat unicorn atau memiliki valuasi lebih dari 1 miliar dollar AS. Kemudian satu startup berpredikat decacorn, dengan nilai valuasi mencapai 10 miliar dollar AS.
“Perkembangan ekonomi digital dan industri 4.0 Indonesia merupakan yang tercepat di Asia Tenggara dan akan menjadi kekuatan tersendiri bagi Indonesia untuk mewujudkan visinya,” ujar Jokowi.
Jokowi mengatakan saat ini setiap orang bisa dengan cepat memperoleh informasi, memproduksi informasi, serta menyebarkan informasi. Bagi pemerintah, ini adalah tantangan yang harus dikelola ke depan.
“Ini adalah tantangan bagi pemerintah, tantangan bagi lembaga penyiaran media, serta tantangan bagi pemangku kepentingan lainnya agar dapat memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat tersebut,” jelasnya.
Sayangnya baik kita sadari atau tidak, namun setiap kemajuan dalam perkembangan teknologi khususnya dari kemudahan mengakses internet tentu memiliki banyak dampak bagi kehidupan sosial. Baik dampak yang sifatnya positif untuk meringankan banyak pekerjaan manusia, ataupun yang dampaknya negatif dan cenderung merusak.
Transformasi digital selama pandemi
Pandemi Covid-19 menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengakselerasi transformasi digital pemerintahan.
Pasalnya, cara hidup seluruh lapisan masyarakat kini dituntut untuk beradaptasi dengan memanfaatkan teknologi informasi yang berbasis transformasi digital.
Pemerintah juga dituntut untuk menghadirkan pelayanan publik yang optimal serta kebijakan yang tepat sasaran untuk merespons persoalan dengan cepat.
Menanggapi hal itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) mendorong akselerasi serta inovasi transformasi digital dalam pelayanan publik di masa pandemi.
Inovasi transformasi digital ini diimplementasikan pemerintah melalui Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan Satu Data Indonesia (SDI)
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan transformasi digital dalam pemerintahan ditandai berbagai pembangunan infrastruktur pusat data dan lainnya yang dapat menghemat anggaran cukup signifikan per tahun.
“Potensi penghematan ini adalah konsolidasi 2.700 aplikasi instansi pemerintah yang dapat menghemat biaya operasi dan pemeliharaan Rp2,7 triliun per tahun, dan penghematan pengembangan aplikasi pemda yang dapat mencapai Rp12 triliun,” ujar Suharo.
Pemerintah juga mendorong pengembangan telemedis sebagai solusi kesehatan dengan pemanfaatan teknologi di tengah pandemi Covid-19, yang menjadi salah satu agenda dalam percepatan transformasi digital.
Hal itu senada dengan Jokowi yang mengemukakan keterbukaan informasi kini menjadi salah satu hal krusial dalam kesuksesan penanganan pandemi Covid-19 serta pemulihan ekonomi nasional.
“Alhamdulillah dengan informasi yang terbuka, transparan, akuntabel, serta kerja sama antar semua pihak, kita bisa segera membuat kondisi kondusif dan terukur dan pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat,” katanya.
Jokowi lantas meminta masyarakat lebih cerdas dan kritis dalam menyikapi informasi. Kepala negara menginginkan agar regulator maupun lembaga pengawas bisa menjalankan fungsinya dalam menyikapi informasi.
Mengutip data McKinsey 2020, 44 persen responden menyatakan beralih dari konsultasi tatap muka ke konsultasi daring. Selain itu, kunjungan ke aplikasi telemedis juga melonjak sebesar 600 persen selama pandemi.
Satgas penanganan Covid-19 juga memanfaatkan transformasi digital dalam menangani pandemi ini. Salah satunya dengan meluncurkan aplikasi digital.
Aplikasi bernama Sistem Bersatu Lawan Covid-19 (BLC) Monitoring Perubahan Perilaku ini menghasilkan data real time, terintegrasi, sistematis, dengan melibatkan koordinasi antar dan lintas sektor.
“Satu data harusnya bisa meningkatkan ketahanan masyarakat agar bisa keluar dari kedaruratan kesehatan masyarakat. Presiden telah menyampaikan pentingnya integrasi data nasional, dan tidak hanya kumpulkan data, harus dengan definisi yang sama dan satu sistem, sehingga bisa langsung dibaca semua pihak dan dianalisis,” kata Juru BIcara Penanganan Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito.
Menurut Ketua DPR, Puan Maharani ia mengapresiasi pada zaman era digital ini, pemerintah bisa memanfaatkannya selama pandemi.
Ia mengatakan bahwa ini merupakan pengembangan konsep revolusi 4.0. Pada World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, 21-24 Januari 2020 lalu, para pembicara menegaskan pentingnya revolusi 5.0 untuk mencegah dampak buruk revolusi 4.0.
Revolusi 4.0 telah mengubah cara hidup manusia dengan mengaburkan batas ruang antara dunia maya (cyberspace) dan dunia fisik (physical space). Revolusi 4.0 membawa manfaat sekaligus mendisrupsi berbagai kemapanan, termasuk kebudayaan.
Menurutnya hal itu ditandai kegiatan ekonomi berbasiskan pada teknologi cyber, atau ekonomi digital.
Guna menyambut itu, kini pemerintahan Jokowi, telah mencanangkan visi Indonesia menjadi negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020.
“Saat ini, salah satu upaya pemerintah untuk menciptakan ekosistem ekonomi digital adalah dengan melakukan deregulasi kemudahan berusaha,” ucap Puan.
–